Perayaan maulid dipandang sebagai
seremonial tradisi keislaman. Dalam sejarah Islam, asal muasal maulid masih
menjadi diskursus tanpa episode. Ada yang mengatakan bahwa perayaan maulid
telah dimulai pada masa dinasti Fathimiyah. Sebagian lagi berpendapat, maulid
untuk pertama kalinya dirayakan pada awal musim perang Salib yang digagas oleh
Shalahuddin al-Ayyubi. Di samping perdebatan dari perspektif sejarah, juga mengenai
hukum perayaannya yang hingga saat ini terus bergulir layaknya bola api, apakah
sunnah atau bida’ah.
Terlepas dari pro-kontra di atas,
sesungguhnya ada banyak nilai yang dapat diambil dalam setiap perayaan maulid
Nabi. Sehingga maulid tidak elok bila hanya diteropong dengan satu atau dua pendekatan,
semisal perspektif sejarah dan hukum syari’at, namun perlu juga diteropong
melalui pendekatan lainnya semisal
sosial, budaya, politik dan pendidikan.
Dalam tulisan ini, penulis hendak
meneropong kegiatan maulid melalui kaca mata pendidikan. Selama ini maulid oleh
sebagian kalangan dinilai sebagai bagian dari perilaku boros. Namun tidakkah
disadari bahwa ada nilai-nilai pendidikan spiritual yang tertancap kuat dalam
perayaan maulid itu sendiri, yang lebih banyak dan lebih masuk akal daripada
alasan sekadar “boros”. Maka perayaan Mulid sebenarnya dihajatkan sebagai salah
satu jalan untuk selalu memperbaharui diri menjadi manusia yang memiliki spiritualitas
tinggi.
Adapun nilai-nilai spiritual
tersebut dapat dilacak melalui rangkaian seremonialnya. Dalam tradisi Sasak,
maulid secara jamak diagendakan dengan sejumlah rangkaian acara, biasanya
meliputi pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an, khataman al-Qur’an (dalam bahasa
Sasak biasa disebut namatan), pembacaan al-Barzanji (dalam
tradisi Sasak disebut Serakalan), ceramah agama (pengajian), zikir
(dalam bahasa Sasak disebut rowah) dan penutup do’a.
Pembacaan ayat al-Qur’an merupakan acara
pembuka setiap kegiatan, tidak terkecuali maulid Nabi. Pembacaan al-Qur’an
memiliki implikasi terhadap spiritualitas seorang hamba. Ia dapat menambah
keimanan, melunakkan hati yang keras, menggetarkan jiwa yang sombong,
melumpuhkan angan-angan duniawi, memotivasi jiwa yang rapuh, menghidupkan hati
yang mati dan sebagainya.
Dalam acara-acara maulid, qari’ atau
qari’ah biasanya melantunkan Q.S al-Ahzab ayat 21 (laqad kaana lakum fi
rasuulillaah….). Ayat tersebut menegaskan bahwa Rasulullah merupakan
manusia yang memiliki spirualitas yang tinggi dengan kemuliaan budi pekertinya.
Tidak hanya itu, sepiritualitas juga dapat diraih dengan banyak berzikir
kepada-Nya, baik dalam bentuk ibadah mahdhah (pokok) semisal shalat,
puasa, zakat maupun ibadah ghairu mahdhah semisal zikir setelah shalat, infak,
menyingkirkan duri di jalan dan lain-lain.
Setelah pembacaan al-Qur’an selesai,
biasanya dilangsungkan dengan acara khataman al-Qur’an. Dalam tradisi
Sasak, kegiatan ini disebut namatan Qur’an. Anak-anak yang telah menamatkan
al-Qur’an pada guru ngajinya diuji mentalnya di hadapan orang banyak untuk
membaca al-Qur’an. Kegiatan seperti ini tentu sangat mendidik mental dan
spiritual anak. Anak-anak yang telah namatan biasanya sudah teruji
mentalnya dan lebih percaya diri, sehingga menjadi modal awal untuk terus
membaca al-Qur’an agar spiritualiatasnya berkarakter al-Qur’an.
Setelah acara namatan, dilanjutkan
dengan berzanji (selakaran). Dalam selakaran ini dibaca kitab Maulid
Berzanji. Kitab tersebut banyak menjelaskan sejarah Rasulullah. Sehingga
banyak nilai spiritual yang dapat diambil di antaranya; sikap jujur (shiddiq).
Dalam bahasa Arab jujur disepadankan dengan kata “al-amanah wal ikhlash”.
Jujur merupakan perilaku yang mengimplementasikan sikap amanah dan ikhlas dalam
menjalankan tugasnya sebagai seorang individu sebagaimana yang dicontohkan oleh
Nabi. Sebelum Islam turun, popularitasnya sebagai “bisnisman” yang jujur dan
terpercaya telah tersebar di kalangan suku Quraisy. Popularitas tersebut
distempel dengan sebutan al-Amin (yang amanat).
Diceritakan juga dalam kitab
al-Barzanji sebagai hamba yang sederhana. Kesederhanaannya dapat dilihat
mislanya dari keistiqamahannya dalam berpuasa, perabotan rumahnya yang sangat
sederhana, tempat tidurnya yang terbuat dari pelepah kurma. Hal tersebut tidak
berarti bahwa Rasulullah miskin, melainkan beliau adalah orang yang kaya raya.
Hal tersebut dapat ditilik dari kesuksesannya berniaga. Sehingga ketika
Rasulullah menikahi Siti Khadijah, maharnya pun tidak terbilang sedikit yaitu
200 ekor unta. Jadi, kesederhanan tersebut beliau lakukan untuk memberikan suri
teladan kepada umatnya.
Juga karakternya yang gemar bekerja
keras diungkap dalam al-Barzanji. Seperti yang dimaklumi bersama bahwa
Rasulullah sebelum karirnya melambung tinggi, beliau adalah seorang penggembala
kambing. Walau Beliau keturunan suku yang mulia (Quraisy), baginya harta yang
dihasilkan dari keringat sendiri lebih berkah daripada harta yang diperoleh
tanpa keringat sendiri. Sebab, ketiadaan atau lemahnya karakter kerja keras seseorang,
dapat menjadikan jiwanya dipenuhi hawa nafsu, keinginan-keinginan yang membabi-buta
untuk memperoleh harta, wanita dan jabatan dengan jalan yang tidak wajar, bahkan
tidak halal, sehingga terjadilah praktik korupsi dalam bentuk suap-menyuap,
gratifitasi seks, kolusi, nepotisme, pesugihan, mengemis dan lain sebagainya.
Di samping nilai-nilai spiritual di
atas, masih banyak nilai yang dapat diambil dalam kitab Berzanji. Kemampuan
Sayyid Ja’far – penulis Berzanji – meramu buku sejarah tersebut dalam bentuk
sya’ir, menandakan bahwa ia memiliki talenta dalam kesustraan. Bahasa sya’ir yang
digunakan memiliki nilai-nilai kesustraan yang mampu menyentuh hati sanubari
pembacanya. Huruf akhir kalimat yang dibentuk dengan bunyi huruf yang sama,
membuat bait-bait sya’irnya semakin indah. Kitab Berzanji disuguhkan dengan
sistematik yang mengarahkan pembacanya senantiasa menjeda dengan bacaan
shalawat. Sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas tersebut memiliki efek
terhadap kualitas spiritual pembacanya, karena membaca shalawat berarti
mendekatkan hamba dengan Allah dan dengan rasul-Nya.
Setelah acara pembacaan berzanji
selesai kemudian dilanjutkan dengan ceramah agama. Dalam ceramah tersebut
banyak diungkap nilai-nilai spiritual yang dimiliki oleh Rasulullah. Sehingga
nilai-nilai spiritualitas pada rangkaian acara sebelumnya menjadi lebih kuat
dan membekas di jiwa.
Setelah itu, dilanjutkan dengan
acara rowah atau zikir. Zikir memiliki kekuatan dalam membentuk
spiritual seseorang. Zikir merupakan komunikasi spiritual antara hamba dan
Tuhannya. Bibir yang senantiasa basah
dengan zikir berimplikasi pada ketenangan hati. Ia ibarat ditergen yang
mampu mensucikan jiwa dari keruhnya pengaruh nafsu duniawi. Hamba yang suci
jiwanya telah dijanjikan oleh Allah sebagai manusia yang beruntung.
Kesempurnaan acara maulid kemudian ditutup dengan do’a. Hal tersebut tentunya
dapat menguatkan secara sempurna nilai-nilai spiritual yang telah diperoleh
dari rangkaian acara sebelumnya. Sebab sebagai yang dimaklumi bersama bahwa
do’a semisal dengan zikir. Do’a merupakan media utama dalam menjaga dan
menguatkan semua spiritualitas yang telah dimiliki oleh seorang hamba. Rasulullah
mengajarkan umatnya doa: “Ya Allah, bantulah kami untuk mengingat-Mu dan
bersyukur kepada-Mu”.
Nilai-nilai spiritul dalam perayaan maulid
di atas tentu akan diperoleh melalui proses yang ikhlas, benar dan khidmat.
Ikhlas berarti bahwa maulid yang dilakukan diniatkan karena Allah. Benar dan
khidmat berarti bahwa kegiatan berzanji harus dilakukan dengan etika, sopan
santun dan bacaan berzanji yang baik dan benar. Sebab, tidak sedikit masyarakat
yang membaca berzanji tidak dibarengi dengan melihat teksnya langsung, sehingga
makhrajul huruf-nya pun menjadi tidak terkontrol dan pelaksanaannya
menjadi tidak khidmat. Wallahu a’lam bisshawab.
Prosmala Hadisaputra
Pendidik di Ponpes Selaparang NW Kediri
Islamic Studies - University of Malaya
Kuala Lumpur-Malaysia
Emperor Casino | Shootercasino
BalasHapusJoin today and claim $1000 Welcome Bonus with an amazing selection of games for the first time and the chance to 제왕카지노 총판 WIN BIG with a massive Welcome Bonus.