Gizi
dalam bahasa Arab disebut al-ghidzaa’. Jika ditelusuri, maka kata ini
tidak akan ditemukan dalam ayat al-Qur’an, akan tetapi banyak ayat yang menjelaskan hal-hal yang erat kaitannya dengan
gizi, seperti proses asupan gizi yaitu proses makan dan minum, juga sumber gizi
serta kreteria makanan dan minuman yang dianggap layak untuk dikonsumsi.
Berbicara
tentang asupan gizi, sesungguhnya ia diperoleh dari dua aktifitas utama manusia
yaitu makan dan minum. Dalam al-Qur’an kata makan dibahasakan dengan kata dasar
akala dengan segala bentuk perubahannya, demikian pula dengan minum yang
dibahasakan dengan kata dasar “syariba”. Namun yang lebih mengarah
kepada konteks gizi adalah kata “makan” dan “minum” dalam bentuk kata kerja
perintah yaitu “kuluu” yang berarti “makanlah” dan “isyrabuu” yang
berarti minumlah (kalian). Dan ungkapan-ungkapan paling berkesan adalah banyak
ungkapan kata kuluu diiringi dengan dua kata yang sangat familier di
kalangan masyarakat yaitu halaalan thayyiban, yang berarti “yang halal
lagi baik”. Dan kata “kuluu” dan “isyrabuu” banyak diiringi
dengan kata “hani’an” yang berarti “yang lezat”.
Penyebutan
kata “kuluu” yang diiringi dengan kata halalan thayyiban dapat
dijumpai dalam QS. al-Baqarah ayat 168 yang artinya sebagai “Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi…”.
Redaksi serupa juga disebutkan dalam QS. al-Maidah ayat 88, al-Anfal ayat 69 dan
al-Nahl ayat 114. Sedangkan kata “kuluu” dan“isyrabuu” yang
diiringi kata “hani’an” dapat dijumpai dalam QS. at-Thur ayat 19 yang
artinya “Makan dan minumlah dengan lezat…..", juga disebutkan dalam
QS. al-Haqqah ayat 24 dan QS. al-Mursalat ayat 43.
Melihat
redaksi ayat-ayat di atas, jelas sudah bahwa al-Qur’an merekomendasikan tiga
kreteria makanan dan minuman yaitu halal,
baik dan lezat. Halal dalam artian makanan dan minum tersebut bukanlah yang
diharamkan karena zatnya dan atau cara memperoleh serta mengolahnya. Adapun
kata “thayyiban” dalam konteks kekinian dapat ditafsirkan dengan kata al-ghizda’
yaitu makanan dan minuman yang kaya gizi dan nutrisi. Dapat juga dimaknai sebagai makanan yang tidak kadaluarsa dan tidak terkontaminasi
oleh zat-zat yang membahayakan fisik dan akal, seperti boraks, formalin dan
narkoba. Sedangkan kata hani’an
yang berarti lezat ditafsirkan sebagai makanan yang lezat dan enak berdasarkan
fitrah manusia pada umumnya.
al-Qur’an
juga tidak luput membahas tentang sumber gizi yang meliputi makanan
berkarbohidrat seperti beras, gandum dan umbi-umbian, makanan
berprotein seperti daging dan ikan, berprotein nabati seperti sayur mayur, makanan
bervitamin seperti buah-buahan dan terakhir sebagai pelengkapnya adalah susu.
Beras
atau gandum sebagai sumber gizi memang tidak secara jelas disebut dalam
al-Qur’an namun dalam setiap kata yang ditafsirkan gandum selalu menggunakan
istilah “sunbulah” bentuk singularnya dan “sanaabil dan sunbulaat”
bentuk pluralnya yang berarti tangkai. Dan tangkai yang dimaksud dalam banyak
kitab tafsir adalah tangkai gandum. Kata tersebut dapat ditelusuri dalam QS.
al-Baqarah ayat 261, dan QS. Yusuf ayat 47, 43 dan 46. Selain beras dan gandum,
termasuk juga jenis umbi-umbian semisal ubi, talas, singkong dan kentang.
Sumber
gizi selanjutnya adalah daging dan ikan. Daging dibahasakan dengan kata lahm
dalam al-Qur’an. Kata ini dapat dijumpai pada QS. al-Waqi’ah ayat 21 yang
artinya: “Dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. Ayat
tersebut senada dengan QS. al-Thur ayat 22. Sedangkan ikan diistilahkan
dalam al-Qur’an dengan “lahman thariyyan” . Kata tersebut terdapat dalam
QS. al-Nahl ayat 14 yang artinya: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan
(untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya.”
Juga disebutkan dalam QS. Fathir
ayat 12 dengan redaksi yang sama pula.
Berikutnya adalah sayur mayur. Di dalam al-Qur’an
disebutkan beberapa jenis sayur mayur dan rempah-rempah yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber gizi penunjang seperti kol, mentimun, bawang putih, bawang merah
dan kacang. Redaksi ini dapat ditemukan dalam QS. al-Baqarah ayat 61, yang
artinya; “… sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya,
ketimunnya, bawang putihnya, kacang adas, dan bawang merahnya....”
Selanjutnya adalah buah-buahan. Buah-buahan dalam
al-Qur’an diterjemahkan dalam dua kata yaitu “faakihah” sebagai bentuk
tunggalnya disebut sebanyak 11 kali dalam redaksi yang berbeda dan fawakih
bentuk pluralnya disebut sebanyak 3 kali, seperti dalam QS. al-Mukminun ayat 19
yang artinya: “….. di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan
yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan….”
Yang
terakhir sebagai pelengkap gizi adalah susu. Susu dalam al-Qur’an dibahasakan dengan
kata “laban”. Kata ini dapat dijumpai dalam dua ayat al-Qur’an yaitu QS.
al-Nahl ayat 66 yang artinya: “….. kami memberimu minum dari pada apa yang
berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih …” Juga dalam QS.
Muhammad ayat 15 dengan redaksi yang berbeda namun dengan arti yang sama.
Pada
zaman yang serba modern ini, susu telah diolah menjadi aneka minuman, makanan
dan pemanis alami pada makanan-minuman seperti margarin, yogurt dan
es krim. Bahkan ada yang mengolahnya menjadi campuran dalam sabun, shampo dan
bahan kosmetik lainnya.
Dari
data Qur’anik di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam sangat mengakomodir
makanan dan minuman yang memiliki nilai gizi dan membawa manfaat bagi kesehatan
manusia, dan melarang berbagai bentuk makanan dan minuman, yang membawa dampak
berbahaya bagi kesehatan manusia. Dalam sebuah hadits, Rasulullah pernah
mengigatkan umatnya bagaimana Islam sangat mencintai hambanya yang kuat, sehat,
segar dan bugar dan membenci mereka yang lemah. Rasulullah bersabda: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
oleh Allah daripada mukmin yang lemah……" (HR. Muslim) Wallahu a’lam bisshawab.
Prosmala Hadisaputra
.
Pengajar di Pondok Pesantren Selaparang
Kediri Lombok Barat
Ph.D. Student in Islamic Studies
University of Malaya
Kuala Lumpur-Malaysia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar