Sebagai organisasi terbesar di Bumi
Seribu Masjid ini, Nahdlatul Wathan atau yang lebih dikenal dengan singkatan NW,
telah eksis sebelum kemerdekaan bangsa ini. 78 tahun usianya kini, yang dirayakan
dalam acara Hultah NWDI, merupakan bilangan usia yang masuk katagori istimewa
lagi terpuji. Walau usianya sudah demikian tua, tidak lantas ia renta, tak
berenergi. Bahkan dengan usia tuanya ini, semangat berkarya untuk bangsa
menjadi kian kuat terpatri. Segudang pengalaman yang telah lalu menjadi energi
dan motivasi, untuk berkompetesi menuju kebaikan duniawi dan ukhrawi. Karena “Nahdlatul
Wathan fil Khair, Nahdlatul Wathan fastabiqul khairat” – yang berarti, NW
dalam kebaikan dan NW berlomba-lomba menuju kebaikan.
Secara historis, NW resmi menjadi
ormas yang bergerak di bidang pendidikan, sosial dan dakwah pada tahun 1953. Namun
duoembrionya yaitu dua lembaga pendidikan NWDI (Nahdlatul Wathan Diniyah
Islamiyah) dan NBDI (Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah) telah lama eksis
sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamirkan di tahun 1945. NWDI sebagai
lembaga pendidikan yang diperuntukkan khusus untuk kaum laki-laki telah eksis
sejak tahun 1937. Sedangkan NBDI sebagai lembaga pendidikan yang disiapkan
khusus untuk perempuan resmi didirikan pada tahun 1943.
Penamaan NWDI, NBDI dan NW oleh
pendirinya Maulana Syeikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, bukanlah tanpa
pertimbangan dan istikharah yang matang. Tentunya ini tidak terlepas
dari kondisi dan situasi penjajahan pada saat itu. Di mana pada saat itu rakyat
Indonesia dan Lombok khususnya dalam genggaman kaum penjajah Belanda dan Jepang
yang serba brutal. Hak kemanusiaan mereka terkoyak. Kondisi pendidikan masa itu
amatlah terbatas. Terbatas bagi orang atau golongan tertentu. Bahkan pendidikan
bagi wanita adalah sesuatu yang tabu dan dilarang keras. Pesantren dan majlis
taklim diawasi selalu. Bahkan ada yang ditutup karena ditahu kaum penjajah
mengajarkan nasionalisme dan patriotisme. Ekonomi rakyat kala itu morat-marit.
Tidak sedikit di antara mereka yang mati kelaparan. Kondisi sosial mereka saat
itu kacau-balau. Tidak sedikit di antara mereka yang perang saudara dan saling
membunuh, baik secara langsung dengan senjata maupun dengan kekuatan magis, sihir.
Kondisi politik saat itu memang kejam. Tidak sedikit di antara mereka yang
ditangkap kemudian dipejara dan diasingkan. Bahkan banyak yang dibedil di
tempat oleh penjajah. Kondisi yang demikian menjadi inspirasi bagi Maulana
Syeikh, yang kemudian mengilhami nama lembaga yang ia dirikan yaitu NWDI dan
NBDI pada masa prakemerdekaan dan NW pada masa pascakemerdekaan. Lalu apa makna
itu semua?
NWDI sebagaimana yang dipaparkan di
atas merupakan singkatan dari “Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah”. Nahdhah
dalam kamus bahasa Arab terambil dari kata nahadha – yanhadhu – nahdlatan
yang berarti bergerak, pergerakan, bangkit dan kebangkitan. Sedangkan al-Wathan
dalam bahasa Arab berarti bangsa dan tanah air. Jadi Nahdlatul Wathan dapat
dimaknai sebagai pergerakan tanah air atau kebangkitan bangsa yang berbasis
Islam. Karena di samping sebagai lembaga pendidikan, juga sebagai markas
pergerakan kemerdekaan Indonesia, yang mengakomodir para pemuda Sasak unuk
melawan penjajahan melalui pendidikan dan peperangan. Tidak hanya mengakomodir
para pemuda namun juga para pemudi Sasak dalam satu gerakan yang dinamai dengan
NBDI (Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah). Nahdlah sebagaimana paparan di
atas berarti “pergerakan”. Sedangkan al-banat adalah kata plural dari bintun
yang berarti anak perempuan. Jadi missi NBDI adalah menggerakan kaum perempuan
untuk memerangi segala bentuk penjajahan dan penindasan. Hal tersebut dilakukan
untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan yang seringkali dipandang
sebelah mata. Padahal perempuan adalah tiang Negara (‘imadul bilad). Melalui
NBDI, para perempuan Sasak dapat mengenyam pendidikan yang layak dan mereka
saat itu menjadi bagian dari perjuangan melawan penjajah, semacam penyedia
logistik atau konsumsi. Dua nama lembaga ini menjadi dalil kuat bahwa semangat
kebangsaan menjadi sesuatu yang mutlak bagi pendirinya.
Dan tidak patut dilupakan, bahwa
sebelum duoemrio tersebut terbentuk, sebenarnya Maulana Syeikh telah mendirikan
sebuah pesantren yang diberi nama “al-Mujahidin” pada tahun 1934 M.. Lagi-lagi
dengan nama tersebut menjadi sinyal kuat bagaimana ideologi kebangsaan yang ia
miliki dan hendak ia tanamkan kepada putra-putri suku Sasak. Karena kata al-Mujahidin
dalam bahasa Arab berarti para pejuang atau para pahlawan. Dengan nama tersebut
diharapkan santriwan dan santriwatinya memiliki rasa juang yang tinggi untuk
membela bangsa dan tanah airnya, dari segala bentuk penjajahan, ketertindasan
dan keterbelakangan.
Menurut Maulana Syeikh, semangat
kebangsaan tidak hanya dikobarkan saat kondisi tanah air terjajah dan diperangi
musuh. Namun lebih dari itu, yang paling esensi adalah bagaimana semangat
kebangsaan tersebut terus menerus disulut, demi menjaga dan mengisi kemerdekaan,
ragam kegiatan dan aktivitas positif. Oleh karena itu pascakemerdekaan Republik
Indonsia, Maulana Syeikh - dengan semangat kebangsaannya dan rasa cinta
terhadap tanah airnya - mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan (NW) sebagai tindak lanjut dari semangat
kebangsaan yang telah dikobarkan bersama pemuda-pemudi Sasak sebelum Indonesia
merdeka.
Tentunya, eksplorasi kontribusi dan
semagat kebangsaan Nahdlatu Wathan dalam tulisan ini merupakan bagian dari rasa
syukur dan menghargai jasa-jasa pendirinya. Karena ia adalah bagian dari para
pahlawan bangsa ini. Bukankah orang bijak berpetuah – “Bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”?
Semangat kebangsaan Nahdlatul Wathan
dapat ditilik dari ruang lingkup pergerakannya, yaitu pendidikan, sosial dan
dakwah. Ketiga ruang lingkup inilah hal pokok yang digariskan oleh pendirinya.
Sekalipun jika dikaji lebih mendalam, sesungguhnya semangat kebangsaan
Nahdlatul Wathan tidak hanya tercermin dari ketiga bidang tersebut, namun kini telah
menjamah bidang ekonomi dan politik.
Di bidang pendidikan, NW telah mampu
memberikan kontribusi nyata. Di mana lebih dari 1000 madrasah dan pondok
pesantren berada di bawah payung NW. Hal
ini menjadi prestasi yang prestisius yang layak dibanggakan. Dan lebih dari itu
tidak sedikit abiturennya telah menjadi ulama’, ustaz, da’i, pejabat Negara,
pemimpin organisasi, partai politik dan sebagainya. Dalam konteks kekinian NW
telah menjadi primadona di kalangan pondok pesantren. Semangat kebangsaan yang
ditoreh melalui bidang pendidikan telah banyak membuahkan hasil. Ada segudang
prestasi yang telah diraih. Dan yang terkini, NW melalui kiprahnya di bidang
pendidikan telah mampu menunjukkan kemampuannya di bidang teknologi. Di mana
baru-baru ini sejumlah mahasiswanya berhasil mendigitalisasi Hizib Nahdlatul
Wathan dalam versi android. Juga baru-baru ini, NW telah menjalin kerjasama
dengan organisasi NU dan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, yang kemudian
direalisasikan dalam sebuah seminar pendidikan. Dalam seminar tersebut ketiga
organisasi besar tersebut duduk bersama, berdiskusi dan saling berbagi ilmu tentang
pendidikan. Kegiatan yang demikian tentunya mampu memompa semangat kebangsaan
dalam persatuan yang kokoh.
Di bidang sosial, NW telah
membuktikan semangat kebangsaannya dengan banyak mendirikan lembaga-lembaga
sosial semisal panti asuhan, klinik, badan amil zakat dan sebagainya. Juga
melakukan aksi sosial seperti santunan sosial, sunatan massal, cek up
kesehatan gratis, bazar dan lainnya. Demikian pula dalam bidang dakwah
islamiyah, NW telah mampu mendirikan majlis dakwah dan pengajian, baik yang
bertempat kota maupun di desa. Itu semua tidak lain bertujuan agar moral bangsa
selalu terjaga sehingga selalu dapat diaktualisasikan dalam sikap dan perilaku.
Menjaga moral bangsa berarti menjag semangat bangsa.
Di bidang ekonomi, NW telah banyak
mendirikan koperasi dan mini bank dengan bekerjasama dengan bank
nasional dan lokal. Hal tersebut dilakukan dalam rangka melayani segala bentuk
pembayaran mahasiswa yang jumlahnya ribuan dengan praktis dan sistemik.
Pengelolaan yang demikian professional memungkinkan perekonomian tanah air akan
lebih maju. Dan dengan itulah semangat kebangsaan Nahdlatul Wathan tidak
diragukan lagi. Dan masih banyak hal yang menunjukkan semagat kebangsaannya
terhadap negeri tercinta ini.
Demikian, semoga tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua dalam menjaga semangat kebangsaan kita. Mengingat dan
menyebut jasa para pejuang kemerdekaan termasuk di dalamnya para ulama’ merupakan
salah satu bentuk kesyukuran atas nikmat kemerdekaan yang telah diperoleh.
Bukankah Allah berfirman di akhir QS. al-Dhuha: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu menyebutnya!”. Wallahu
a’lam bisshawab.
Prosmala Hadisaputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar