(Ini tulisan lama, tapi masih relevan, in sya Allah)
**********************************
Nama “Ahmad Fathanah” menjadi buah bibir khalayak, setelah kasus impor sapi ramai meyeruak. Pemberitaannya di media semakin membludak. Di TV, radio, koran, majalah dan internet namanya menjadi pergunjingan orang banyak. Reating “negatif”-nya di dunia maya menjadi makin menanjak. Reputasi dan martabatnya pun kian hari kian terkoyak. Terlebih setelah aliran dana kepada sejumlah wanita dekatnya terkuak. Di antara mereka ada yang menerima ratusan juta fulus. Ada juga yang mendapatkan mobil mulus. Juga perhiasan, intan berlian dan aksesoris lain yang bagus-bagus. Tampang Fathanah dan teman-teman wanitanya menjadi incaran kamera awak media. Beritanya pun menjadi bukan sekedar berita biasa. Beritanya dikemas dengan beranekaragam tema dan model acara. Singkat kata, Ahmad Fathanah telah menjadi primadona media.
**********************************
Nama “Ahmad Fathanah” menjadi buah bibir khalayak, setelah kasus impor sapi ramai meyeruak. Pemberitaannya di media semakin membludak. Di TV, radio, koran, majalah dan internet namanya menjadi pergunjingan orang banyak. Reating “negatif”-nya di dunia maya menjadi makin menanjak. Reputasi dan martabatnya pun kian hari kian terkoyak. Terlebih setelah aliran dana kepada sejumlah wanita dekatnya terkuak. Di antara mereka ada yang menerima ratusan juta fulus. Ada juga yang mendapatkan mobil mulus. Juga perhiasan, intan berlian dan aksesoris lain yang bagus-bagus. Tampang Fathanah dan teman-teman wanitanya menjadi incaran kamera awak media. Beritanya pun menjadi bukan sekedar berita biasa. Beritanya dikemas dengan beranekaragam tema dan model acara. Singkat kata, Ahmad Fathanah telah menjadi primadona media.
Di lain pihak, ketika Fathanah cs
disibukkan oleh pertanyaan-pertanyaan penyidik KPK. Tidak sedikit di antara
warga masyarakat yang melayangkan kata “sayang seribu sayang”, bahkan caci maki
terucap tegang. Mereka menyayangkan sikap Fathanah yang telah mencedrai nama
baik dirinya, keluarga, kelompok dan agamanya.
Mereka mencaci-maki kecerdasan (sifat fathanah) yang di milikinya, yang
digunakannya untuk hal-hal yang tidak bermoral semacam korupsi, rasuah dan
dugaan gratifitasi seks dan money loundry. Kecerdasan yang dinugerahi
Tuhan kepadanya, benar-benar telah mengantarkan dirinya kepada suatu masa
kehinaan dan kehancuran dalam hidupnya. Rasa dingin di balik jeruji besi sudah
mengancam. Penyitaan dan pemiskinan dari KPK menjadi sesuatu yang menakutkan
dan mencekam. Masa depan pun kian menunjukkan suram. Lembaran kehidupan yang
dulu terang kini berangsur-angsur buram. Semuanya hanya karena sifat fathanah,
yang tidak dibarengi oleh sifat amanah. Sehingga dapat dirumuskan; Sifat Fathanah
– Sifat Amanah = Musibah atau secara gamblang kerangka pikir
tersebut senada dengan; Cerdas – Jujur = Hancur.
Dari penggalan kisah Ahmad Fathanah
tersebut, rumus sederhana di atas muncul. Mungkin inilah hikmah yang dapat
dijadikan ibrah atau pelajaran bagi kita semua, agar senantiasa mensinergikan
antara sifat fathanah dan amanah. Pembaca yang terhormat, marilah kita
tinggalkan kisah runyam Ahmad Fathanah dan bidadari-bidadari yang mengitarinya,
dan marilah kita berdikusi tentang rumus sederhana diatas.
Pembaca – rahimakumullah -, sebagaimana
yang kita ketahui bersama, bahwa sifat fathanah merupakan salah satu
dari empat sifat tauladan rasululullah. Fathanah dalam bahasa Arab
diterjemahkan dengan kata cerdas atau pintar. Penyandingan sifat inilah yang mungkin
banyak menggugah para cendekia, pemikir dan pengkaji tema-tema keislaman untuk
mereinterpretasi terhadap “ke-ummi-an” rasulullah. Dalam artian, selama
ini rasulullah selalu diidentikkan dengan sifat ummi, yang ditafsirkan
oleh sejumlah ulama’ sebagai orang yang tidak cakap membaca dan menulis (laa
yaqra’u wa laa yaktubu). Kondisi ini menjadi tidak sinkron, manakala satu
pihak mengatakan bahwa rasulullah memiliki sifat cerdas, dan satu pihak
mengatakan buta huruf.
Masing-masing ulama’ memiliki alasan
masing-masing. Yang menyatakan rasulullah cerdas karena memang dalam
sejarahnya, rasullah terkenal sebagai manusia yang sempurna (insaanun
kaamilun). Beliau seorang niagawan yang sukses dalam perniagaan. Dan sangat
mustahil jika itu semua diraih tanpa sifat fathanah. Rasulullah adalah seorang
nabi yang berdakwah tidak hanya melalui medium lisan semata, tapi juga via
surat menyurat (korepondensi) seperti surat yang dibuatnya kepada kaesar
Heraclius dan raja lainnya. Jadi, sangat mustahil jika rasulullah tidak bisa
membaca dan menulis dan masih banyak fakta sejarah yang tidak dapat dibantah kebenarannya,
mengenai sifat fathanah rasulullah. Bagi yang mengatakan bahwa rasulullah
adalah ummi, tiada lain maksud para sahabat, tabi’in dan ulama’ adalah
untuk melindungi rasulullah dari fitnah orang-orang yang mencari-cari titik
kelemahan al-Qur’an.
Sifat fathanah yang disandang
oleh rasulullah, sesungguhnya telah memberikan ruang dan gerak yang luas bagi
rasulullah dalam menyampaikan risalah yang diembannya, sehingga Islam dapat
disampaikannya dengan mudah, baik dan benar, serta dapat diterima oleh masyarakat
Mekkah pada saat itu. Dengan sifat tersebut, rasulullah mampu menyampaikan kepada
umatnya berupa ayat-ayat al-Qur’an dan wahyu lainnya yang diturunkan oleh Allah
kepadanya. Tidak hanya itu, rasulullah juga amat cerdas dalam membaca kondisi
sosial, budaya, kepercayaan, kebutuhan dan ragam hidup masyarakat jahiliyah
saat itu. Kecerdasan yang dianugerahi tersebut tidak lantas membuatnya
berangan-angan untuk mengeruk keuntungan berupa harta, tahta dan wanita dengan
melakukan penipuan, pembohongan dan pembodohan public terhadap masyarakat
Mekkah. Sekalipun Beliau pernah ditawarkan bahkan disuap oleh kafir Qurays
untuk “pansiun dini” menjadi seorang nabi dan rasul, dengan iming-iming
kekuasaan, jabatan, harta dan berbagai layanan kepuasaan. Kecerdasan yang
dimilikinya sungguh dijadikannya sebagai sesutu yang membawa maslahat bagi
Islam dan semesta alam.
Kemampuan rasulullah dalam
mengendalikan sifat fathanahnya, tidak lain karena Ia juga mengiringinya dengan
sifat amanah, jujur dan enggan berkhianat. Sudah menjadi rahasia publik, betapa
banyak orang yang pintar, cerdas, dan memiliki sifat fathanah, namun tidak lain
yang terjadi hanya ketidakjujuran, kemunafikan, pembodohan dan penyesatan. Ilmu
yang dimiliki tidak lagi menjadi sesuatu yang melindungi diri dari segala
bentuk sikap dan perilaku amoral. Ilmu yang dikuasai seakan-akan menjadi alat
pengeruk kepuasan duniawi semata dan mencampakkan sifat amanah. Siapa yang
tidak tahu bahwa para koruptor di negeri ini adalah orang-orang yang terdidik,
orang yang cerdas dan mengerti hukum, tidak hanya itu mereka juga paham soal
agama.
Oleh karena itu sifat amanah
memberikan kontribusi yang besar dalam mengendalikan sifat fathanah
seseorang. Amanah tidak lain merupakan monitor yang mengendalikan kepintaran
manusia, agar kecerdikan yang dimilikinya tidak disalahgunakan dalam mengemban
tugas sebagai pemimpin, karyawan, pengusaha dan intinya khalifah di muka bumi
ini. Akhirnya, semoga kita selalu dimudahkan dalam mengemban tugas yang telah
diamanatkan kepada kita. Wallahu a’lam
bisshawaab.
Prosmala Hadisaputra
Pengajar di Ponpes Selaparang Kediri
Lombok Barat
Awardee LPDP-PK-89
Ph.D Student in Islamic Studies
University of Malaya
Kuala Lumpur-Malaysia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar